Kamis, 01 November 2012

Suara Yang Tak Terdengar


Apa kabarmu disana wahai musim semiku? Apakah kau masih menebarkan wangi diantara para lebah dan kupu-kupu? Disini aku merindukan kehadiranmu, sesingkat mungkin aku ingin melihat lekukan dan aroma tubuhmu yang seperti musim semi. Aku memang merindukanmu tapi bukan berarti kita harus bertemu. Aku takut akan sekawan burung yang selalu terbang kesana kemari setiap pergantian musim. Namun bukan berarti kau harus melupakanku. Jika kau disana merindukanku juga, tolong biaskan saja pada alam yang lirih. Kelak akan tersampaikan padaku dan kita akan berbicara tanpa kata-kata. Matamu sudah cukup memberikan jawaban atas kehadiranmu di bumi ini, bumi tempat kita meraju asmara diantara asmara. Wahai musim semiku, aku haus akan ingatan yang aku tidak bisa ingat lagi. Aku butuh setitik dari rambutmu agar aku ingat.
Aku menanti datangnya pagi, aku sudah bosan dengan percakapan-percakapan yang membosankan dan bahkan bodoh. Aku benci siang, sore dan malam tapi aku harus berada diantaranya. Apakah harus bertanya? Bertanya kepada jawaban? Pertanyaan yang tidak akan berujung. Aku adalah laki-laki dan laki-laki ini butuh istirahat. Biarlah aku berbaring dalam lembutnya balutan kasur busa tanpa ranjang ini. Aku sudah lelah dari hari Selasa ini, mencoba lari dari kalutnya hari Selasa. Ada dua hal yang menggambarkan hari selasa ini, pahlawan dan pecundang. Aku menjadi pecundang hari ini. Aku tersesat dalam kegelapan oleh karena itu aku berterima kasih pada sinar.

3 komentar: